Menurut SMM, beberapa perusahaan dan organisasi sipil terkait nikel di Indonesia telah menyatakan penolakan terhadap usulan pemerintah untuk menaikkan royalti bijih nikel dari 10% menjadi 14%~19% seperti yang diuraikan dalam "Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 26 Tahun 2022 yang Diubah." Entitas-entitas ini berpendapat bahwa kenaikan yang diusulkan ke 14%~19% adalah "tidak realistis," terutama karena fluktuasi harga nikel global yang cenderung turun dan biaya tinggi proyek pertambangan dan peleburan, yang telah mempersempit margin keuntungan beberapa perusahaan terkait industri, bahkan mengakibatkan kerugian. Jika diterapkan, usulan tersebut akan melemahkan daya saing produk nikel Indonesia di pasar global dan memaksa tambang untuk mempercepat pengembangan bijih nikel guna meningkatkan kadar, sehingga mengurangi tingkat produksi dan mempersingkat umur tambang, pada akhirnya mempengaruhi pendapatan jangka panjang pemerintah. Perusahaan dan organisasi sipil terkait mengusulkan agar pemerintah mempertimbangkan merumuskan kebijakan yang "bertahap, realistis, dan adil."
SMM memahami bahwa diskusi tentang masalah ini masih berlangsung antara berbagai pihak di Indonesia, dengan beberapa perusahaan pertambangan dan peleburan nikel lokal serta organisasi sipil bernegosiasi dengan pemerintah untuk mengurangi tingkat kenaikan royalti bijih nikel secara proporsional.
SMM akan terus melacak informasi terkait penyesuaian kebijakan PNBP di Indonesia dan memberikan konsultasi langsung kepada pasar.