Harga lokal akan segera diumumkan, harap ditunggu!
Tahu
+86 021 5155-0306
bahasa:  

[Analisis Mendalam SMM] "Tiga Api" Kebijakan Pengendalian Sumber Daya Nikel Indonesia: Ke Mana "Api Ketiga" Penyesuaian PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak) Akan Membakar?

  • Mar 20, 2025, at 8:29 am
  • SMM
Kebijakan Pengendalian Sumber Daya Nikel Indonesia "Tiga Anak Panah," Ke Mana "Anak Panah Ketiga" Penyesuaian PNBP Akan Bermuara? Pendahuluan: Pada 18 Maret, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memberikan sinyal kuat bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral dan batu bara akan diterbitkan sebelum Idul Fitri atau paling lambat 31 Maret 2025. Sementara itu, peningkatan royalti mineral dan tambang akan menargetkan batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.

Pendahuluan: Pada 18 Maret, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia memberikan sinyal kuat bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral dan batu bara akan diterbitkan sebelum Idul Fitri atau paling lambat 31 Maret 2025. Sementara itu, peningkatan royalti mineral dan batu bara akan menargetkan batu bara, nikel, tembaga, emas, perak, dan timah.

Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, menyatakan bahwa rancangan revisi peraturan saat ini telah diajukan ke Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurutnya, semua proses hampir selesai, dan ia mengungkapkan bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral dan batu bara kemungkinan akan diterbitkan sebelum Idul Fitri.

Menurut SMM, pasar Indonesia saat ini memiliki ekspektasi kuat terhadap implementasi kebijakan ini. Jika kebijakan ini diterapkan sesuai jadwal, diharapkan dapat menyebabkan peningkatan biaya bagi penambang nikel hingga tingkat tertentu, yang berpotensi menyebabkan kenaikan lebih lanjut pada harga bijih nikel. Smelter hilir mungkin menghadapi risiko peningkatan biaya pengadaan.

Untuk konsolidasi proses revisi kebijakan terkait PNBP:
Penyesuaian kebijakan terkait PNBP di Indonesia ini merupakan revisi terhadap Peraturan Pemerintah Indonesia No. 26 Tahun 2022, yang berkaitan dengan jenis dan tarif penerimaan negara bukan pajak yang berlaku di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, serta amandemen terhadap Peraturan Pemerintah No. 15 Tahun 2022, mengenai perpajakan dan penanganan PNBP di sektor usaha pertambangan batu bara. Pada 2022, royalti untuk sumber daya bijih nikel dalam PNBP Indonesia ditetapkan pada tarif tetap sebesar 10%.

Pada 10 Maret, menurut laporan media asing: Pemerintah Indonesia mengusulkan peningkatan royalti yang dibayarkan oleh perusahaan tambang untuk mengurangi tekanan keuangan publik akibat rencana pengeluaran Presiden Prabowo. Sepanjang Maret, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Indonesia terus mendorong legislasi yang bertujuan meningkatkan pajak atas semua produk dari tembaga hingga batu bara.

Menurut SMM, usulan ini muncul saat pemerintah Indonesia menghadapi biaya besar dari program unggulan Presiden Prabowo, termasuk makan siang gratis di sekolah dan dana investasi nasional Danantara. Setelah usulan kenaikan PPN diredam, kementerian diminta untuk memangkas anggaran guna mendanai kebijakan bernilai miliaran dolar ini. Untuk produksi bijih nikel, tarif pajak tetap sebesar 10% akan digantikan oleh tarif 14% hingga 19%, tergantung pada harga patokan yang ditentukan pemerintah.

Pada 18 Maret, Tri Winarno, Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara di Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia, menyatakan bahwa rancangan revisi undang-undang saat ini telah diajukan ke Sekretariat Negara (Kemensetneg). Menurutnya, semua proses hampir selesai, dan ia mengungkapkan bahwa aturan baru terkait peningkatan royalti mineral dan batu bara kemungkinan akan diterbitkan sebelum Idul Fitri.

Kebijakan Pengendalian Sumber Daya Nikel Indonesia: "Api Ketiga" Penyesuaian PNBP, Ke Mana Akan Membakar?
Sejak 2025, pemerintah Indonesia sering mengeluarkan kebijakan, mulai dari sistem SIMBARA yang diterapkan pada awal tahun, hingga penyesuaian dasar perhitungan HMA dalam harga patokan untuk mineral logam pada awal Maret, dan usulan penyesuaian PNBP yang baru-baru ini meningkat. Apa hubungan antara kebijakan-kebijakan ini? Mengapa pemerintah Indonesia terus memperkenalkan kebijakan baru? Akankah "api ketiga" dari penyesuaian tarif pajak menyala? SMM akan memberikan analisis mendalam di bawah ini.

1. Langkah Pertama: Kuantitas, Sistem SIMBARA
Sejak awal 2025, sistem SIMBARA telah resmi diluncurkan, memungkinkan pemerintah Indonesia untuk melacak penjualan bijih nikel secara real-time. Dikombinasikan dengan sistem kuota RKAB, pemerintah Indonesia dapat memantau kuantitas di semua tahap termasuk penambangan, pengolahan, produksi, penjualan, dan ekspor bijih nikel. Gambar di bawah ini menunjukkan isi dan proses spesifik dari sistem SIMBARA:

2. Langkah Kedua: Harga, Penyesuaian Harga HMA
Pada 1 Maret 2025, pemerintah Indonesia mengumumkan batch pertama harga HMA untuk Maret 2025, yang mencakup metode perhitungan HMA untuk 19 jenis logam atau bijih, seperti nikel, kobalt, timbal, seng, emas, dan bijih krom. Pengumuman ini menyesuaikan metode perhitungan HMA dari revisi sebulan sekali di awal bulan menjadi revisi dua kali sebulan, di awal dan pertengahan bulan. Selain itu, pengumuman ini memperkenalkan harga patokan penjualan untuk tujuh produk terkait nikel lainnya. Penyesuaian ini memungkinkan harga bijih nikel Indonesia lebih cepat mencerminkan fluktuasi pasar secara real-time, mengurangi keterlambatan harga. Analisis SMM tentang kebijakan terkait penyesuaian harga HMA dan HPM di Indonesia dapat ditemukan dalam artikel berjudul "【Analisis Mendalam SMM】Aturan Baru Lagi? Dampak Banyak Kebijakan Baru di Indonesia terhadap Pasar Nikel":

3. Langkah Ketiga: Pajak, Usulan Penyesuaian PNBP
Pada 8 Maret 2025, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Indonesia mengusulkan penyesuaian terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP) negara, yang memengaruhi industri seperti nikel, batu bara, tembaga, dan emas. Tarif pajak untuk produk terkait nikel diusulkan berubah dari nilai tetap menjadi tarif variabel berdasarkan harga HMA. Untuk industri nikel, ini terutama melibatkan empat produk: bijih nikel, FeNi, NPI, dan matte nikel. Grafik berikut menggambarkan perbandingan antara tarif pajak saat ini dan yang diusulkan:

Dari grafik di atas, dapat dilihat bahwa tarif pajak yang diusulkan menunjukkan dua karakteristik utama: peningkatan keseluruhan dan kenaikan bertingkat. Sebagai contoh, untuk bijih nikel, ketika harga HMA melebihi $31,000/mt (kandungan logam), tarif pajak mencapai 19%, hampir dua kali lipat dari tarif saat ini sebesar 10%. Namun, mengingat tren harga HMA historis dan garis 18,000, analisis SMM menunjukkan bahwa setelah implementasi kebijakan ini, tarif pajak sebagian besar akan tetap berada di tingkat pertama, dengan hanya sebagian kecil waktu mencapai tingkat kedua.

Ringkasan: Peningkatan Sinergis dalam Volume, Harga, dan Pajak, serta Logika di Balik Kebijakan
Berdasarkan analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa sistem SIMBARA membantu pemerintah mengontrol volume, formula harga HMA memungkinkan pemerintah mengelola harga, dan penyesuaian tarif pajak memungkinkan pemerintah meningkatkan pajak. Bersama-sama, ketiga faktor ini berkontribusi pada peningkatan penerimaan pajak pemerintah.Namun, apakah menaikkan harga dan tarif pajak secara membabi buta pasti akan meningkatkan penerimaan pajak pemerintah?
Menurut teori ekonomi Kurva Laffer, terdapat hubungan berbentuk U terbalik antara penerimaan pajak pemerintah dan tarif pajak. Ketika tarif pajak berada di bawah ambang tertentu, meningkatkannya dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah. Namun, setelah ambang ini terlampaui, peningkatan tarif pajak lebih lanjut justru akan menyebabkan penurunan penerimaan pajak pemerintah.
Oleh karena itu, pengenalan serangkaian kebijakan baru ini oleh pemerintah Indonesia mencerminkan keinginannya untuk mencapai keseimbangan antara penerimaan pajak, harga, dan pasar. Di satu sisi, kebijakan ini bertujuan mendorong pengembangan pasar dan meningkatkan harga serta nilai produk nikel. Di sisi lain, kebijakan ini berupaya meningkatkan penerimaan pajak pemerintah melalui penyesuaian tarif pajak sambil meminimalkan dampaknya terhadap pelaku pasar.
Selain itu, karena harga dan tarif pajak sangat terkait dengan HMA, dan korelasi antara HMA dan harga pasar nikel meningkat setelah penyesuaian, SMM akan terus memantau apakah pemerintah Indonesia akan memperkenalkan kebijakan baru yang memengaruhi harga pasar nikel di masa depan.

Bagaimana implementasi kebijakan terkait PNBP akan berdampak pada perusahaan industri nikel di Indonesia?
1. Sebelum membahas dampaknya, perlu dijelaskan penerapan dan target kebijakan yang berlaku

Dalam "Pedoman Penetapan Harga Patokan Penjualan Mineral Logam dan Batubara" yang diterbitkan oleh ESDM pada pertengahan Februari, Pasal 2 dan 3 menetapkan entitas yang diwajibkan menggunakan HPM (harga patokan mineral Indonesia) sebagai harga jual minimum. Target yang berlaku adalah: "Pelaku usaha pada tahap produksi yang memiliki Izin Usaha Pertambangan (IUP), pelaku usaha pada tahap produksi yang memiliki Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), dan pemegang izin usaha pertambangan khusus sebagai kelanjutan dari kontrak/perjanjian, termasuk pemegang Kontrak Karya dan pemegang Perjanjian Kerja Sama Pengusahaan Pertambangan Batubara." Untuk perusahaan yang terkait dengan industri nikel Indonesia, cakupan ini mencakup semua perusahaan tambang lokal dan smelter yang menggunakan tambang captive di Indonesia untuk peleburan bijih nikel (total empat, yaitu Vale, Antam, Weda Bay Nickel, dan Wanatiara).

SMM memperkirakan bahwa jika kebijakan PNBP diterapkan, kemungkinan besar akan berlaku untuk perusahaan yang memiliki kualifikasi IUP/IUPK dan tidak mencakup smelter Tiongkok lainnya.Menurut SMM, perusahaan Tiongkok di Indonesia dengan kualifikasi IUI masih berada dalam "masa bebas pajak," dan kebijakan ini mungkin tidak langsung memengaruhi sebagian besar perusahaan pirometalurgi dan hidrometalurgi. Situasi spesifik perlu dikonfirmasi setelah kebijakan diterapkan, dan SMM akan terus memantau perkembangan kebijakan terbaru di pasar Indonesia.

2. Apa dampak penerapan kebijakan PNBP terhadap harga bijih nikel tahun ini?

Mulai tahun 2025, premi untuk bijih nikel Indonesia terus meningkat, secara signifikan mendukung biaya keseluruhan industri nikel. Dalam jangka pendek, dari sisi pasokan, musim hujan di Sulawesi tahun ini berlangsung lebih lama, memengaruhi penambangan dan transportasi bijih nikel serta memperlambat pemulihan pasokan setelah musim hujan di daerah penambangan utama seperti Sulawesi. Selain itu, pada akhir Maret, bertepatan dengan libur Idul Fitri, sebagian besar perusahaan Indonesia akan libur selama seminggu, semakin memperketat jadwal pasokan yang sudah ketat. Dari sisi permintaan, persediaan smelter NPI di Indonesia umumnya rendah, menyebabkan kebutuhan restocking yang kuat. Struktur pasokan dan permintaan yang ketat menciptakan situasi di mana bijih nikel di pasar Indonesia sangat diminati. Ke depan, ada ekspektasi bahwa jalur produksi baru dalam pirometalurgi Indonesia akan mulai berproduksi, dan peningkatan serta commissioning proyek hidrometalurgi sedang berlangsung.SMM memprediksi bahwa di bawah kebijakan penerbitan kuota yang hati-hati oleh pemerintah Indonesia, situasi ketat untuk bijih lokal di Indonesia mungkin akan berlanjut sepanjang tahun.

Grafik berikut menunjukkan harga bijih lokal Indonesia 1,2% dan 1,6% dari SMM.


Dalam lingkungan ini, tambang masih mempertahankan daya tawar yang kuat. Jika kebijakan diterapkan, peningkatan biaya penjualan untuk tambang dapat lebih mendorong kenaikan harga bijih nikel, sehingga meningkatkan biaya produk nikel Indonesia.

3. Apa dampak kebijakan PNBP terhadap biaya nikel dan produk peleburan terkait?

Jika kebijakan PNBP diterapkan dengan metode perhitungan yang sama seperti proposal saat ini, harga HMA untuk paruh kedua Maret adalah $15,534.62/mt, dan tarif royalti yang harus dibayar adalah 14%, meningkat 4% dari tarif royalti asli sebesar 10%.Berdasarkan survei SMM, menggunakan harga bijih lokal Indonesia minggu ini dengan kadar 1,6% CIF, yaitu 46,5-51,5$/wmt, perusahaan tambang perlu membayar tambahan $2/wmt.Selain itu, menurut survei SMM, royalti asli untuk bijih hidrometalurgi dengan kadar di bawah 1,5% adalah 2%. Perubahan royalti ini mungkin terutama ditujukan pada bijih pirometalurgi berkadar tinggi, dan apakah royalti untuk bijih hidrometalurgi akan direvisi serta apakah akan memengaruhi biaya MHP masih perlu dikonfirmasi setelah kebijakan diterapkan. Dengan asumsi bahwa peningkatan biaya bijih nikel sepenuhnya diteruskan ke harga jual, untuk smelter hilir, kenaikan biaya bijih nikel akan menyebabkan peningkatan biaya NPI sekitar $200/mt (kandungan logam) dan biaya matte nikel berkadar tinggi sekitar $210/mt (kandungan logam). Berikut adalah grafik yang menunjukkan biaya bulanan NPI Indonesia oleh SMM:

Ringkasan: Mulai tahun 2025, pemerintah Indonesia telah memperkenalkan serangkaian kebijakan pengendalian sumber daya nikel, yang semuanya mencerminkan niatnya untuk memperkuat pengelolaan sumber daya lokal, meningkatkan pendapatan pajak, dan meningkatkan pengaruh Indonesia dalam industri terkait.

Signifikansi kebijakan pengendalian sumber daya pemerintah tercermin dalam dampaknya yang mendalam terhadap keamanan nasional, kedaulatan ekonomi, pembangunan berkelanjutan, dan lanskap kompetitif internasional. Pertama, pengendalian sumber daya adalah sarana inti untuk menjaga keamanan strategis nasional. Sebagai contoh, sebagai produsen dan pengekspor terbesar rare earth di dunia, Tiongkok, melalui pembatasan ekspor dan kontrol teknologi, tidak hanya menekan masalah lingkungan akibat eksploitasi berlebihan tetapi juga memperkuat posisinya yang dominan dalam rantai industri teknologi tinggi, militer, dan energi baru global. Kedua, pengendalian sumber daya mendorong evolusi aturan dan kerja sama internasional. AS, melalui Dodd-Frank Act, mengatur mineral konflik, sementara UE mewajibkan bijih impor memenuhi standar sertifikasi RMI, keduanya menunjukkan penggunaan kebijakan untuk membimbing standarisasi tata kelola sumber daya global, mempromosikan transparansi dan keberlanjutan rantai pasokan. Selain itu, pengendalian sumber daya terkait langsung dengan ketahanan ekonomi. Negara-negara seperti AS dan Jepang, melalui kebijakan keamanan rantai pasokan (seperti Rencana Strategis Nasional AS untuk Manufaktur Lanjutan dan Undang-Undang Promosi Keamanan Ekonomi Jepang), berfokus pada pengurangan ketergantungan pada satu negara, meningkatkan kemampuan akuisisi sumber daya penting yang beragam, untuk menghadapi risiko geopolitik dan persaingan teknologi. Akhirnya, pengendalian sumber daya juga membawa misi menyeimbangkan lingkungan dan pembangunan. Jelas bahwa kebijakan sumber daya global bukan hanya alat untuk persaingan antarnegara tetapi juga fondasi penting untuk membangun tatanan internasional yang adil, aman, dan hijau.

Sebagai bagian dari "paket kebijakan pengendalian sumber daya," apakah kebijakan PNBP pemerintah Indonesia dapat mencapai hasil yang diharapkan setelah berhasil diterapkan masih perlu diuji oleh pasar.

  • analisis
  • Industri
  • Nikel
Obrolan langsung melalui WhatsApp
Bantu kami mengetahui pendapat Anda.